Olimpiade; kebanggaan Haksa.
Pukul 06.30 pagi.
Anindya tersenyum melihat isi pesan yang dikirimkan Haksa. Rasanya ingin berteriak lagi didalam selimutnya seperti malam itu.
“Nin, nih ambil.”
Ia mendongak dan ada Jana disana yang memberinya sepotong roti.
“Terimakasih Jana,” ucap Anin sambil memakan roti itu, juga Jana yang duduk disampingnya.
Pukul 06.30 pagi. Dan tempat ini sudah ramai.
Tentu saja, karena banyak murid dari berbagai sekolah dari kota ini yang sudah siap mengikuti olimpiade. Oh iya, mereka berada di kantor dinas pendidikan.
Untuk pengerjaan soalnya nanti katanya sudah disiapkan 2 aula besar untuk menampung para peserta yang ada sekitar 216 orang.
“Ayo pakai ID Card kalian, setelah ini daftar ulang baru kalian masuk untuk diberi arahan.”
Itu Bu Arum. Para murid dari Neo bersiap, Anin dan Jana langsung memasukkan sisa roti mereka ke dalam mulut.
“Rileks, jangan dijadikan beban, anggap seperti biasanya kalian mengerjakan soal latihan,” terang Bu Arum sambil menepuk pundak mereka satu persatu.
“Jangan kejar juaranya, itu tidak wajib. Karena apapun hasilnya, Neo sudah bangga mempunyai kalian.”
Mereka membentuk lingkaran dengan Bu Arum ditengah-tengah. Menundukkan kepala, berdoa pada Tuhan mereka agar hari ini dilancarkan dan semuanya di mudahkan.
“Selesai,” ucap Bu Arum membuat mereka semua mengangkat kepala.
Anindya sedikit lambat, dan saat ia mengangkat kepalanya, matanya dan mata milik Lintang bertemu.
Anindya tersenyum tenang, sedang Lintang masih terus mencoba masuk menyelam mata Anin yang dari dulu ia suka.
Lintang tersenyum, Renjana juga ikut disebelah sana, walau itu senyum kecut.
Bu Arum mengajak mereka mengumpulkan tangan ditengah untuk meneriakkan yel-yel andalan mereka. Wanita paruh baya itu menatap para muridnya dengan tatapan yang campur aduk.
“Saya minta teriak sekencang-kencangnya,” pinta Bu Arum yang mereka angguki.
“1,2,3, WHO WE ARE?!”
“NEO’S PRIDE!!!”
“Cepetan woi ah lambat bener.”
“Coba sabar, gue masih telpon Kia,” kata Renald. “Lo masuk aja duluan ke mobil.”
Setelah mendengus, akhirnya ia memilih masuk dan menunggu dikemudi mobil.
Ia mengetuk-ngetuk jemarinya pada stang mobil sambil sebelah tangannya sibuk membuka akun di aplikasi instagram yang mempunyai update tentang olimpiade hari ini.
Ia mendesah pasrah saat wajah Anindya tidak muncul sama sekali pada tayangan story itu.
Lo emang harus nemuin langsung, Sa. Katanya dalam hati.
BLAM!
Nafas Kiara sedikit tidak teratur dibelakang sana, “Maaf lambat, Sa. OSIS lagi rese tadi.”
“Yoi, dah kan? Jalan gas?” tanya Haksa.
“Gas dah, mobilnya Jevan keknya dah sampai,” kata Renald.
Haksa segera menancapkan gasnya, ia seperti dikejar waktu. Sesekali ia lihat jam digital di mobilnya yang menunjukkan pukul 16.48 sore. Jam 17.00 nanti adalah waktu pengumuman para juara olimpiade hari ini.
Sedikit lagi, 2 kali belokan lagi mereka kan sampai di kantor dinas pendidikan.
Sampai, mobil mereka sudah terparkir. Dengan langkah tergesa ketiganya masuk mencari ruangan besar yang memang biasa digunakan untuk acara disana.
“WOI SINI!!” teriak Nalendra sambil melambaikan tangan pada mereka.
Haksa dengan cepat membelah keramaian itu hingga berada di barisan paling depan, bersama kawanannya yang lain, juga para guru-guru dari Neo.
“Anin dimana?” tanya Haksa.
“Tuh.”
Tunjuk Nalendra pada kumpulan anak-anak yang sedang duduk tegang dibawah samping panggung.
Ah ralat, tidak semuanya tegang, karena sekarang ada Anindya yang tersenyum lebar saat Haksa berhasil mendapatkan dirinya.
Setidaknya dengan melihat Haksa, Anin merasa tenang disana, walau tangannya sudah sangat basah karena gugup.
“Lo hebat, semangat!” ucap Haksa tak bersuara dengan tangannya yang mengepal sebagai isyarat dari semangat.
Anindya terkekeh kecil lalu mengikuti tangan Haksa. Keduanya tersenyum, mata Anin sampai hilang karena membentuk bulan sabit.
“Nin, jam berapa sih? Kok belum mulai juga?” tanya Jana karena Anin memakai Jam tangan.
Anin yang gelagapan langsung mengecek jamnya, “Em, udah jam 5 pas sih Jan.”
ㅤ
ㅤ
Ngingg...
Suara mic berdenging dari arah panggung membuat atensi semua orang teralih. Termasuk semua para peserta olimpiade, juga Anindya dan Renjana yang tatapan mereka sampai membeku.
Bukan berlebihan, tapi keduanya memang sedikit takut karena ini adalah terakhir kalinya para anak kelas 12 mengikuti lomba olimpiade seperti ini.
“Nin ya ampun dah mau pengumuman aja,” kata Jana sedikit gelisah.
Suara tepuk tangan riuh memenuhi ruangan itu. Kresna, salah satu murid dari Neo berhasil meraih juara 1 untuk mata pelajaran ekonomi. Kresna menuruni panggung dan langsung disambut peluk oleh kawanan neo’s pride yang lain.
“Kresna, asli dah lo kece banget!” ucap Salma yang membuatnya tertawa malu.
Para peserta dari Neo asik berkumpul untuk menyelamati Kresna, sampai-sampai tidak sadar dengan MC yang terus mengumumkan mata pelajaran selanjutnya.
Tidak hanya Kresna, tapi ada banyak murid dari Neo yang lain yang juga masuk 3 besar di setiap mata pelajaran.
ㅤ
ㅤ
“Juara 1 Olimpiade Sains Biologi jatuh kepada,
Lintang Angkasa dari SMA Neo!!!”
ㅤ
Tatapan mereka yang awalnya pada Kresna, kini berpindah pada Lintang. Mata Lintang sampai mau keluar. 5 detik setelahnya mereka berteriak heboh.
Anindya sampai menutup mulutnya tak percaya, Renjana menatap Lintang dengan mata yang hampir berair.
Lintang didorong oleh Kresna dan Zidan agar segera naik kepanggung.
Diatas sana, Lintang melihat ratusan orang lebih. Ada Bu Arum dan guru-guru lain yang menatapnya dengan bangga. Namanya yang dielu-elukan, dan namanya yang ada dipiala juga dikertas sertifikat.
Lintang turun dari panggung dengan wajah yang ketara sangat bahagia.
Anindya berdiri dipaling depan menyambutnya.
“Lintang selamat!!!” ucap Anin semangat dengan wajah yang bangga.
Lintang kelewat senang, hingga tanpa sadar ia langsung memeluk Anindya.
“Makasih, Nin. Makasih banget,” kata Lintang ditelinga Anindya.
Kelakuan Lintang itu membuat Anin terdiam kaget, Haksa menatapnya dengan tajam, juga Jana yang kini air matanya keluar.
“Weh bro mantap!!” teriak Zidan membuat Lintang melepaskan peluk mereka.
Lintang bergabung dengan kawanannya, sedangkan Anin masih terdiam. Rasa kejut masih ada disekujur tubuhnya.
Anin menaikkan pandangannya dan menatap Haksa dari jauh.
Haksa tersenyum.
ㅤ
ㅤ
ㅤ
“Juara 3 Olimpiade Sains Fisika jatuh kepada,
Anindya Nabastala dari SMA Neo!! Silahkan naik keatas panggung!”
ㅤ
ㅤ
Baik Haksa maupun Anindya, mata mereka membola menatap satu sama lain.
“Anindya, lo menang!” ucap Haksa tanpa suara.
Rasanya air mata Anin ingin keluar. Kawanan olimnya berdatangan memberinya selamat, semuanya berteriak senang, bahkan kini airmata Jana semakin keluar banyak. Kawan seperjuangannya berhasil dan ia bahagia.
Haksa menatap bangga Anindya yang menaiki panggung. Senyumnya terus mengembang, semua keyakinanannya benar terjadi.
“ANIN LO PALING KECE SUWER DAH!” teriak Cella.
“Anin keren Sa,” kata Renald.
Haksa tersenyum mendengarnya, “Selalu, Anindya itu perempuan hebat.”
ㅤ
ㅤ
ㅤ
“Dan untuk juara 1 Olimpiade Sains Fisika jatuh kepada..
Dari SMA Neo, Renjana Sarasvati!!!”
ㅤ
ㅤ
Dan kalian tau, rasanya Jana ingin jatuh kelantai kalau bukan Lintang yang segera menahannya.
Semua bersorak bahagia. Bahkan para guru-guru dari Neo saling berpelukan.
Jana naik keatas panggung dan langsung disambut peluk hangat dari Anindya.
“Jana, kita hebat banget!” ucap Anin berurai airmata.
“Nin, asli. Ini mah harus kita rayain sambil mukbang bakso 10 bungkus!” kata Jana bercanda sambil terisak.
Ada-ada saja.
Hari itu adalah hari kemenangan bagi Neo. Selalu ada nama SMA Neo disetiap kategori. Usaha tidak akan mengkhianati hasil, itu benar adanya.
Anindya tidak pernah lepas dari netra Haksa. Si gadis yang sedang berjalan lurus kearahnya. Oh tidak, jangan percaya diri dulu.
Anindya sedang menemui bu Arum juga guru-guru lain dari Neo yang memang berada dibaris yang sama. Mereka menangis bahagia dan saling berpelukan.
Anin tidak pernah berharap juara. Namun karena Haksa punya keyakinan padanya, membuat rasa itu muncul sedikit. Ia tidak menyangka kalau akan masuk 3 besar, karena biasanya Anindya hanya masuk sampai juara harapan.
Anindya segera mencari Haksa. Ia disana menatapnya masih dengan senyuman bangga.
Ia berlari menemui Haksa.
“Haksa kamu bener, aku menang!” ucap Anindya bersemangat dihadapan Haksa.
Tangan Haksa terangkat menepuk-bepuk kepala Anin, “Iya Anindya, lo pantes dapatin itu. Selamat ya,” ucap Haksa sambil tersenyum tulus.
“Sekarang mau hadiah apa?”
“Hadiah? Yang tadi di chat kamu?”
Haksa mengangguk sambil mengelus kepala si gadis.
Anindya berpikir sejenak, “Kalau hadiahnya peluk, boleh?”
Haksa terkejut, tanpa aba-aba ia langsung menarik Anindya masuk kedalam peluknya.
“Daritadi gue nahan diri, Nin. Tapi karena ini permintaan lo, gaada alasan untuk gue gak ngabulin.”
Anindya membalas pelukan itu yang membuat Haksa semakin mengeratkannya. Tercium wangi shampoo dari rambut Anin yang Haksa tebak mereknya sama dengan punya bundanya.
“Juara 3, Sa. Aku.. menang..”
Airmata Anin jatuh dipeluk Haksa.
“Selamat Anindya, selamat. Gue bingung rangkai katanya, tapi gue bangga banget. Kelewat bangga, Nin.”
“Gapapa nangis, Nin. Lo bisa bersandar di gue.”
Haksa mengusap-usap kepala Anindya. Nyatanya tidak ada yang ingin melepas pelukan itu. Posisi yang nyaman, dan tidak ada yang protes.
Sampai..
Kruyukkk..
Anindya kaget dan langsung melepas peluk mereka. Setelahnya keduanya malah tertawa, bahkan Anin tak henti-hentinya bilang, “Haksa maluuuu.”
“Habis ini makan sama gue, mau?”
“Ini termasuk hadiah?”
Haksa menggeleng, “Gak, ini maunya gue, lo mau?”
Anindya tersenyum senang, “Iya mau, Sa.”
Ah, Haksa menang. Sudah dipastikan kalau Lintang sedang menatapnya iri sedari tadi.
Tiba-tiba Anindya ditarik oleh kawanannya untuk diajak berfoto bersama semua anak olimpiade. Ada Nalendra yang disuruh Bu Arum untuk mengabadikan momen mereka.
“Cewe lo boleh juga.”
Haksa langsung berbalik melihat siapa yang bicara.
“Kalo gue ambil juga kek Sonia, gimana?”
Haksa tersenyum remeh, “Bisa?”
Aresh tertawa, “Bos, Sonia aja bisa. Masa dia kaga?”
“Dia beda, gue gak akan ngelepasin dia. Lo kalo mau cari cewe lagi ke club sono.”
Haksa dan Aresh sudah berhadap-hadapan, tatapan mereka sudah dingin satu sama lain. Jevan yang sadar dengan cepat langsung mendekat menengahi.
“Lo pergi, disini kawasan Neo,” ucap Jevan pada Aresh sambil menunjukkan jalan keluar.
Aresh mendecih dengan wajah tak suka, “Tunggu besok lo pada,” katanya lalu berjalan pergi.
“Gue tungguin,” jawab Haksa.