Turnamen; kebanggaan Anindya.
ㅤ tw // harsh word
ㅤ
“BANGSAT LO NGAPAIN?!” teriak Aresh pada Nalendra yang berada dikandangnya.
“Nyingkirin yang seharusnya disingkirin. Kita liat kekuatan Antares tanpa bantuan gaib,” balas Nalendra santai sambil kembali pada kandangnya.
ㅤ
“Babak kedua akan dilaksanakan, wasit lapangan silahkan ambil alih.”
ㅤ
Nalendra datang lalu melakukan handshake dengan Haksa.
“Lo gapapa? Gak ada yang aneh?” tanya Haksa.
“Tenang, gue masih sehat wal'afiat soalnya gue baca ayat kursi terus,” kata Nalendra sambil memberikan jempol.
ㅤ Pritttt… ㅤ
Pertandingan kembali berjalan.
Kali ini tim Neo sudah menunjukkan taring mereka yang tadi tertutupi. Haksa yang dengan lincahnya mempermainkan Aresh dengan mengoper bola kesana kemari, sampai-sampai membuat Aresh berteriak kesal dilapangan.
Tim Antares kewalahan, bahkan mereka tidak pernah berhasil mendekati gawang karena sudah ada Yazid dan Tantra yang menghadang.
Dan,
ㅤ
“GOLLL!!” ㅤ
Gol pertama untuk Neo di menit 50. Semua supporter Neo berteriak heboh, melompat senang, bertepuk riuh, bahkan mengelu-elukan nama Haksa.
Gol pertama untuk Neo, dan diberikan oleh Haksa. Mereka melakukan selebrasi dibawah sana. Semua bahagia, kecuali pihak sebaliknya.
Dan kalian tau? Anindya bahkan tidak sanggup berteriak. Ia hanya menutup mulutnya yang terus menganga karena tidak menyangka Haksa bisa mencetak gol.
“KASIH PAHAM SA!” teriak Kiara.
“HAKSA KATA ANIN SEMANGAT!!!” teriak Jana, yang membuatnya mendapat pukulan dari Anin.
Mata Anin sampai ingin keluar, “Jana jangan gitu nanti diliatin orang!”
Para gadis itu tertawa, sedang Anin mendengus sebal.
ㅤ
“GOLLL!!!”
Mereka terkejut. Neo kembali melakukan selebrasi karena kini Diky yang berhasil mencetak gol. Padahal mereka baru saja menertawakan Anin.
Kursi penonton kembali bergemuruh. Mereka berteriak gembira lalu menyanyikan yel-yel yang biasanya ada di pertandingan bola.
Semakin seru, begitu juga dilapangan sana.
Aresh menatap lawannya itu dengan marah, kesal, dan tidak terima.
Ia menatap kearah pelatihnya di tepi lapangan yang tampak mengangguk karena mengerti tujuan Aresh.
Aresh tersenyum mendapatkan izin, “Main brutal, kalo perlu kaki mereka patah.”
Para anggota tim Antares mengangguk paham.
Tepat setelah itu, pluit kembali dibunyikan.
Permainan berlanjut, dan kini Antares tampak agresif.
Sangat. Bahkan Haksa dan Nalendra sudah beberapa kali disenggol oleh Antares.
ㅤ
“AKHH SAKIT!!” ㅤ
Kartu kuning terangkat diatas. Tim Neo berlarian menuju Renald yang sekarang mengaduh kesakitan.
“Wasit, saya lihat dia menjegal kaki teman saya!!” teriak Haksa membela.
“Gak sumpah, saya cuma mau ngambil bola dari si Renald,” bela seseorang dari Antares.
Ah, mereka terus beradu argumen. Renald kini dibawa mendekat pada Jevan menggunakan tandu.
Kiara diatas sana sudah ingin menangis. Ia melihat betul bagaimana Renald kesakitan dibawah sana.
“WOI WASIT! ITU PELANGGARAN LOH JANGAN SAMPAI LO TUTUP MATA!” teriak Jana tidak terima.
Pertandingan menjadi tidak terkendali, apalagi saat wasit menyatakan Antares tidak bersalah.
Semua orang kesal, mereka para pen-support Neo.
“Haksa, tolong jangan balik sama luka. Gapapa kalah, tapi jangan luka.” Ucap Anin kecil yang hanya ia yang dapat mendengar.
ㅤ
3 menit lagi waktu pertandingan berakhir, namun tidak ada diantara keduanya yang menciptakan gol.
Hingga waktu habis pun, tetap tidak ada. skor mereka sama, 2;2.
“Ah anjing malah adu Pinalti,” umpat Haksa.
Masalahnya kalau adu pinalti itu hoki-hokian. Usahanya tidak sebesar saat pertandingan.
“Yazid, lo maju.”
“Lo yakin, Sa?” tanya Yazid meyakinkan.
Haksa tersenyum, “Gue selalu percaya sama tim gue.”
Yazid maju didepan sana. Ia menendang bola itu dan,
berhasil dihadang.
Ia kembali dengan wajah kecewa, “Sorry Sa.”
“Apaan njir, lo dah keren gitu.” Ucap Haksa tenang sambil tersenyum pada kawanannya. “Diky habis ini lo ya?”
“Serius bang?” tanya Diky dengan mata berbinar.
Haksa mengangguk, “Iya, soalnya gue yakin Calvin bisa block mereka.”
Dan benar saja, bola dari Antares berhasil Calvin tangkap, membuat wajah kesal terlihat dari Aresh karena itu tadi dia yang menendang.
Kini Diky berdiri didepan bola itu.
Ia menendangnya, dan lagi,
berhasil dihadang.
Penonton berteriak kecewa, kelima gadis itu juga. Karena jika setelah ini Antares berhasil, maka mereka yang akan mendapatkan piala bergilir itu.
Tapi sepertinya semesta memang sedang mempermainkan mereka. Karena kini sudah giliran Antares pun mereka tetap tidak berhasil membobol gawang karena Calvin yang dengan sigap menghadang.
“Sa, lo maju sana.”
Itu Nalendra, membuat semua anggota tim Neo menatap Haksa.
“Bang gue yakin lo bisa,” ucap Calvin.
“Lo pada percaya gue?” tanya Haksa.
“Selalu bang, kita semua selalu percaya sama lo. Our captain,” ujar Diky dengan senyuman yakin.
Haksa menatap mata para anggotanya yang penuh harap.
“Oke gue maju,” ucap Haksa teramat yakin.
Kali ini stadion di penuhi suara teriakan karena Haksa yang berjalan maju menuju bola. Tatapan Haksa sudah sangat tajam, ia juga memikirkan segala kemungkinan dari hasil tendangannya.
“Haksa, aku percaya sama kamu.”
Anindya berucap lirih. Matanya tidak lepas dari sosok Haksa.
Tuhan tolong bantu.
Semesta ayo kerjasama.
ㅤ
Priiittt..
Peluit berbunyi tanda Haksa boleh memulai tendangan pinaltinya.
“Bismillah,” ucap Haksa lalu menendang bola itu.
ㅤ Riuh suara teriakan terdengar setelah Haksa menendang bola tadi.
ㅤ ㅤ
“GOLLLL!!” ㅤ
Haksa menganga tak percaya. Semua tim Neo berhambur menghampirinya dengan teriakan bahagia.
“BANG, KITA MENANG BANG!” teriak Diky, si paling kecil di tim mereka.
“NEO MENANG?! NEO MENANGGG!!!” teriak Tantra sambil memeluk rekan se-timnya.
Nalendra menaikkan Haksa keatas pundaknya sambil berteriak, “KAPTEN NEO NIH! JANGAN MAIN-MAIN LO SEMUA!!”
Haksa melihat wajah para anggota timnya dari atas, wajah pelatihnya, juga kawanannya yang terluka di bangku sana. Semuanya tersenyum cerah, saling berpelukan, menyelamati satu sama lain.
“Usaha gak akan khianatin hasil, Sa.”
Haksa tersenyum sampai airmatanya turun setelah mengucap kalimat itu. Kata yang ajaib, bahkan setelah Neo mendapat kejadian seperti itu.
“Habis ini ayo kita turun!” ajak Cella.
Kini waktunya pembagian piala bergilir. Haksa berdiri di podium paling tinggi, membuatnya menjadi sorotan.
Anin tersenyum diatas sana, “Hebat, Haksa. Kamu hebat banget.”
Semua supporter berhambur turun kelapangan. Saling bersuka cita akan kemenangan, meneriakkan nama sekolah kebanggaan, atau sekedar ingin berkenalan.
Ya, ada yang moduslah. Namanya juga anak muda hahaha.
Tim bola Neo sedang mengambil foto bersama pak bupati. Semuanya ikut, Jevan dan Renald tadi juga sudah dibantu untuk jalan kelapangan.
Anindya yang sudah dilapangan memperhatikan Haksa. Senyumnya sangat cerah, semua orang juga terus membanggakan namanya.
Bagaskara, nama itu cocok bersanding dengan Haksa. Matahari, disukai banyak orang, didepan terlihat jutek tapi didalamnya dapat menghangatkan, senyumnya cerah, secerah mentari.
“Anindya!!” teriak Haksa menyadarkan lamunan Anin.
Anin baru sadar kawanannya tadi sudah tidak ada disampingnya karena sudah berlari ketengah lapangan sana.
Haksa dengan cepat berjalan dari tengah lapangan menuju Anin, membuat Anin juga segera melangkah hingga mereka bertemu di tengah-tengah.
“Nin, gue menang, Neo menang Nin!” adu Haksa dengan wajah sumringah.
Anindya bertepuk tangan dihadapan Haksa, “Hebat, Sa. Kamu sama semua tim Neo hebat banget. aku bangga!”
Haksa tersenyum lebar mendengarkan Anin, hatinya benar-benar senang, sebelum ia sadar.
“Nin, lo nangis?”
Haksa langsung menghapus airmata Anin.
“Ini namanya nangis bangga, Sa. Aku bahagia, seneng, sama bangga banget sama kamu,” kata Anindya lembut.
Wah, apa-apaan ini? Kenapa kini malah mata Haksa yang juga ikut berair?
“Nin, gue pengen banget dapat hadiah dari lo.”
Anindya merentangkan tangannya, “Sini aku peluk.”
“Gak Nin,” tolak Haksa membuat Anin memundurkan tangannya lesu.
“Badan gue keringatan banget, Nin.”
“Tapi, aku juga?” bela Anin.
Mendengar itu membuat Haksa menatap Anindya dengan tatapan menggoda sambil jarinya menunjuk Anin.
“Oooh, lo emang mau meluk gue ya? Yaudah sini, tapi badan gue bau, tapi gapapa sini,” kata Haksa menggoda.
“Ih Haksa kenapa mukanya gitu? Serem ah gajadiiii,” racau Anin sambil berjalan menjauh.
Haksa terus mendekatinya membuat mereka berdua malah jadi kejar-kejaran yang di tonton 1 stadion.
“ANIN SINI GUE PELUK!”
“GAJADI, MUKA KAMU SEREM!!!”
Ya, keduanya tak peduli dengan orang lain. Serasa di stadion ini hanya ada mereka berdua.
Tawa senang dan geli terlantur dari bibir keduanya. Mungkin mengusili Anindya kini akan masuk dalam daftar list favorit Haksa.
Kawanan Haksa dan anggota tim Neo menjadi penonton setia aksi kejar-kejaran Haksa dan Anin. Mereka tertawa geli bahkan banyak yang menggoda dengan kata, “Ciee cieeee.”
Kapten bola Neo akhirnya jatuh cinta, lagi.
“Bang Haksa kalo kasmaran suka lupa kalo dunia gak cuma mereka berdua ternyata,” kata Diky, membuat semua kawanan Haksa tertawa mendengarnya.