Si pengkhianat


Mereka datang. Haksa, Jevan, juga Nalendra memasuki cafe dan langsung menuju lantai atas. Sudah ada Renald disana yang sedang memperhatikan dua orang dari jarak yang tak cukup jauh sambil minum es jeruk.

“Ngomong apa mereka?” Tanya Haksa.

“Lo denger sendiri deh.” Kata Renald sambil menyuruh kawanan memperhatikan tersangka.

“Berarti Nalen gabakal turun kalo belum ada yang luka 'kan?”

“Iya soalnya doi cadangan doang.”

“Siapa backup keeper-nya Jevan?”

“Calvin, udah fix dia.” Jawab Yovan santai sambil meminum coffee lattenya.

Aresh ber-oh ria. “Fix juga pake strategi itu?”

“Iyalah orang mereka udah latian pake tu strategi berbulan-bulan.”

“Bagus deh.” Kata aresh santai sambil menyilangkan kakinya.

“Anjing.” Umpat Nalen.

“Dasar pengkhianat.” Ucap Jevan sambil bersiap jalan maju menuju mereka.

“Jev tahan. Gue kapten bola, biar gue yang eksekusi.” Kata Haksa.

“Tenang sabar.” Ikut Nalen menenangkan Jevan yang matanya sudah sangat sinis.

“Ren lo rekam kan pembicaraan tu dua curut?”

“Udah, dari awal malah.” Kata Renald sambil menunjukkan ponselnya.

“btw lo ngapain dah kesini?” Tanya Nalen bingung pada Renald.

“Gapapa.”

Nalen menatap Renald dengan tatapan yang menyebalkan, juga senyum yang aneh. “Ohh mau ketemu seseorang yaa..”

“Ngarang lo.”

“Hish gapercaya gue.”

“Diem dulu monyet. Ga kedengaran mereka ngomong apa.” Kesal Haksa.

“Lo nanti turun tanding Resh?”

“Iyalah. Harga diri gue jatuh kalo sampe gaikut.”

masih punya harga diri ternyata, batin Haksa.

“Haksa jadi kapten, gue juga, jadi impas.”

Tanpa mereka sadari, Haksa sedang menahan amarahnya. Bahkan mendengar Aresh berbicara saja ia sudah muak. Haksa muak dengan Aresh.