Ruang guru; cukup tau.
Haksa sampai diruang guru. Disana sudah ada Pak Roby sang pembina eskul bola yang duduk di sofa, menunggunya datang. Haksa dipersilahkan duduk dan mereka langsung membicarakan sesuatu.
Kalau kalian ingin tau, yang mereka bicarakan adalah tentang pendaftaran dan administrasi pertandingan bola yang sebentar lagi akan mereka ikuti. Pembicaraan mereka sangat fokus, sampai Haksa tidak tahu bapak atau ibu siapa saja yang berlalu lalang disana.
Tapi ketika ada yang mengetuk pintu ruang guru, atensinya teralih. Bibirnya sedikit terangkat, ada rasa yang sedikit membuncah didalam diri Haksa. Gadis itu, teramat sopan datang dengan permisi dan menanyakan dimana letak meja Pak Huda pada seorang guru yang mejanya berada didekat pintu.
Senyum manisnya terus mengembang, matanya juga sedikit menghilang seperti bulan sabit. Cantik, manis, itu yang Haksa katakan dalam hati.
“Sore ini datang latihan semua 'kan?”
Haksa langsung tersadar dan mengembalikan atensinya, “Hadir semua pak, harus.”
“Bagus, kita harus ujicoba strategi.” Kata Pak Roby sambil membaca berkas pendaftaran.
“Pak, ada kemungkinan kita bisa ganti strategi?”
“Bisa Haksa.” Haksa sedikit mengangkat bibirnya.
“Bisa gila sayanya.” Kata Pak Roby yang membuat sunggingan Haksa jatuh. “Kenapa?”
“Strategi kita bocor pak, dan tim lawan tau.”
Pak Roby tampak terkejut, lalu ia berfikir sejenak. “Kalau begitu kita harus cari cara untuk menutup celah akses lawan mengacau strategi kita. Waktu kita sisa sedikit, daripada strategi baru lebih baik kita yang cari tau celah dan menutupnya.”
Haksa mengangguk yakin, bebannya sedikit terangkat. Saat Pak Roby yang kembali fokus pada berkas pendaftaran, disaat itu juga Haksa mencoba mencuri pandang.
Gadis itu sedang berjalan keluar ruang guru sambil terus membungkukkan tubuhnya, menyapa para guru dengan sopan dengan senyum manis diwajah.
Ah, pribadi yang sangat baik. Haksa suka.
Sampai si gadis sudah keluar dari ruang guru, sampai situ juga Haksa masih betah memperhatikannya. Sayang sekali ia terlambat, pikir Haksa. Haksa bukan lelaki yang tidak tahu malu sampai berani mengganggu hubungan orang lain demi keegoisannya. Tidak.
Cukup tau. Kalau kata Nadin Amizah, biar aku yang mengemban cinta. Hahaha apa sekarang Haksa sedang memakan omongannya sendiri?
Apa Haksa terjatuh?
Ternyata Bagaskara tidak cukup kuat. Nabastala berhasil membuatnya jatuh walau bahkan dia tidak melakukan apa-apa. Perihal bersatu? Ya.. itu dia kekhawatiran Haksa.
Haksa dengan pikirannya, dan Anindya dengan prasangkanya.
Anin sadar betul kalau yang sedang berbicara dengan Pak Roby di ruang guru tadi adalah Haksa. Kenapa? Karena Haksa yang memperhatikan Anin dengan kentara berbuatnya berprasangka yang tidak-tidak.
Bajuku aneh? Diwajahku ada sesuatu? Apa rambutku berantakan?
Dan semua prasangka lainnya, tapi ada sebuah pertanyaan yang paling membuatnya penasaran.
“Kenapa jantungku berdetak lebih cepat pas tau Haksa memperhatikanku?”