Rapat dan Rumah Dena.
Dava sampai di depan rumah Dena yang saat ini, dari luar saja, terlihat cukup ramai. Ia memantapkan hatinya untuk berjalan masuk ke pekarangan rumah si gadis, tak lupa juga mengucapkan salam pada orang-orang yang ada di dalam rumah.
“Assalamu’alaikum, permisi.”
“Wa’alaikum salam. Eh siapa ini? Cari siapa, nak?”
“Dena tante, ada?” balas Dava yang memang sudah mengenal wajah bundanya Dena.
“Oh pacarnya Dena ya? Sini-sini masuk dulu!”
Dava langsung dibawa masuk oleh bunda Dena dan diperkenalkan satu persatu pada keluarga Dena yang lain. Dava hanya tersenyum, sambil sesekali menunduk sebagai rasa hormat sehabis dikenalkan. Si lelaki tidak tampak keberatan. Tapi yang membuat matanya terus berpencar ke segala arah adalah Dena tidak ada disana. Dimana si gadis?
“Bentar ya, nak. Dena-nya lagi motong-motong pudding di dapur,” jelas bunda Dena. “Nama kamu, siapa?”
“Iya tante. Saya Dava,” jawab Dava dengan senyum.
“Oh, nak Dava,” kata bunda Dena bagai orang yang sudah kenal. “Ini yah, si Dava. Gimana kalau sama Dena?”
“Kalo ayah sih, terserah saja. Ayah gak mau membatasi si adek tentang pacaran,” jelas Ayah Dena sambil menegakkan duduk. “Tapi, kalau sudah jadi pacar, berarti harus bisa lindungin dan jagain Dena. Itu anak terakhir ayah loh.”
“Bakal dijagain, om. Dena pasti saya jaga dan lindungin.”
Oke, mari kita katakan bahwa Dava sudah gila. Kalimat tadi mengalir begitu saja keluar dari mulutnya. Padahal jauh di dalam hatinya ia tahu bahwa dirinya dan Dena tidak berpacaran. Atau belum?
“Jangan om. Panggil ayah saja.”
“Ah, Ayah?” ucap Dava seperti tidak yakin. Tapi tatapan ayah Dena malah meyakinkan.
“Yuhuuuu!! Pudding buatan Dena udah datangggg!!”
Si gadis langsung menaruh nampan isi puddingnya itu diatas meja yang berada di tengah ruangan. Satu persatu ia bagikan piring kecil berisi pudding itu, sampai pada seseorang yang asing dari acara ini.
“LOH DAVA? NGAPAIN?!!” heboh Dena.
Dava yang juga kaget mendengar suara Dena sampai termundur ke belakang, “Rapat,” kata Dava pelan sambil menunjuk tas yang ia sampirkan dengan mata.
Sial, Dena lupa kalau ponselnya habis baterai sedari tadi. Si gadis menepuk jidatnya karena merasa sudah ceroboh. Bisa-bisanya malam ini ada rapat dan dia tidak punya persiapan.
“Kenapa dek?”
“Eh engga bun. Ini, Dena ada rapat untuk ultah MB bentar lagi, Dena izin pamit ya, ayah, bunda?”
“Iya, diizinin,” jawab ayah.
“Oh yaudah siap-siap dek, kasian itu pacarmu daritadi nunggu.”
Dena terdiam. Rasanya seperti tersengat listrik. Ia kaget, kenapa bisa bundanya bilang begitu? Si gadis menatap Dava dengan mata yang seolah meminta penjelasan.
Tapi tatapan dava seakan-akan berkata, “Iya nanti. Sekarang siap-siap dulu, rapatnya bentar lagi.”
“Maaf ya.”
“Maaf kenapaaa?” ucap Dava yang melawan suara angin.
Mereka sedang berada di perjalanan menuju rumah Ale, di atas motor Dava.
“Tadi, tentang bunda gue yang bilang kalo kita pacaran,” kata Dena sambil lebih mendekatkan diri pada pundak Dava, supaya dia dengar. “Takut lo keberatan, jadi gue minta maaf duluan.”
“Gak keberatan. Gausah minta maaf.”
Motor si lelaki terhenti karena sudah sampai pada tujuan. Pukul 08:12. Untung saja tidak terlambat, kalau iya, bisa habis Dava di rujak anak-anak MB lain. Karena dia ketua panitianya.
“Gila udah rame! Duh, maaf Dav,” ucap Dena sambil membuka helmnya berjalan masuk.
“Minta maaf mulu,” kata si lelaki sambil berjalan menyamai langkah Dena. “Fokus rapat, Na. Jangan ngelamun.”
Dena hanya mendelikkan matanya, lalu perhatiannya tiba-tiba teralih pada Dava yang baru saja mendapatkan notifikasi dari ponsel milik si lelaki.
Sialan, rasanya Dena ingin mengumpat. Dava sedang bercakap di chat dengan Shirin. Dena tidak mungkin salah lihat, ia jelas melihat nama Shirin, juga nama kontaknya.
Bahu dena turun pasrah, ia melangkah duluan masuk ke dalam rumah Ale, meninggalkan Dava yang masih asik dengan ponselnya itu.
Perasaan resahnya saat di sekolah kembali lagi. Dena kembali merasa kecil, takut, dan risau. Apalagi melihat Dava yang terlihat senang bertukar pesan dengan Shirin, membuat Dena rasanya ingin mengubur diri.
Sekarang, bagaimana Dena bisa fokus rapat?